aˆ?Berdzikir itu ada dua macam, yaitu berdzikir kepada Allah antara dirimu dan Allah. Ini sangat bagus dan besar pahalanya, (tetapi) yang lebih utama adalah ingat kepada Allah ketika melakukan hal-hal yang diharamkan Allahaˆ?
Berdzikir yang paling utama adalah berdzikir dalam hati dan mulut secara bersamaan, yaitu berdzikir yang terucap di mulut prejudice hadir didalam hati.
aˆ?Barang siapa yang berpaling dari ajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Qur’an), maka Kami tetapkan baginya syetan (yang menyesatkan), dan syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainyaaˆ?. (QS Az Zukhruf, : 36).
aˆ?Mereka (munafikin) bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliaˆ?. (QS An Nisa’, 4: 142)
Penterjemah : 1) M
U?UZU…UZU†U’ O?UZO?U’O±UZO¶UZ O?UZU†U’ O°U?U?U’O±U?USU’ U?UZO?U?U†U‘UZ U„UZU‡U? U…UZO?U?USU’O?UZO©U‹ O¶UZU†U’U?U‹O§ U?UZ U†UZO®U’O?U?O±U?U‡U? USUZU?U’U…UZ O§U„U’U‚U?USUZO§U…UZO©U? O?UZO?U’U…UZU‰. U‚UZO§U„UZ O±UZO?U‘U? U„U?U…UZ OUZO?UZO±U’O?UZU†U?USU’ O?UZO?U’U…UZU‰ U?UZU‚UZO?U’ U?U?U†U’O?U? O?UZOµU?USU’O±U‹. U‚UZO§U„UZ U?UZO°UZO§U„U?U?UZ O?UZO?UZO?U’U?UZ O?USUZO§O?U?U†UZO§ U?UZU†UZO?U?USU’O?UZU‡UZO§ U?UZ U?UZO°UZO§U„U?U?UZ O§U„U’USUZU?U’U…UZ O?U?U†U’O?UZU‰
aˆ?Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: aˆ?Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?aˆ?. (QS Thaha, 20: 124 aˆ“ 126).
U…UZU†U’ U‚UZO?UZO?UZ U…UZU‚U’O?UZO?U‹O§ U„UZU…U’ USUZO°U’U?U?O±U? O§U„U„U‡UZ U?U?USU’U‡U? U?UZO§U†UZO?U’ O?UZU„UZUSU’U‡U? O?U?O±UZO©U‹ U?UZU…UZU†U’ U‚UZO§U…UZ U…UZU‚UZO§U…U‹O§ U„UZU…U’ USUZO°U’U?U?O±U? O§U„U„U‡UZ U?U?USU’U‡U? U?UZO§U†UZO?U’ O?UZU„UZUSU’U‡U? O?U?O±UZO©U? U?UZU…UZU†U? O§O¶U’O·UZO¬UZO?UZ U…UZO¶U’O¬UZO?U‹O§ U„UZU…U’ USUZO°U’U?U?O±U? O§U„U„U‡UZ U?U?USU’U‡U? U?UZO§U†UZO?U’ O?UZU„UZUSU’U‡U? U…U?U†UZ O§U„U„U‡U? O?U?O±UZO©U?
aˆ?Barangsiapa yang duduk di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginya. Barangsiapa yang berdiri di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginya. Dan barangsiapa yang berbaring di suatu tempat dan ia tidak berdzikir kepada Allah di tempat tersebut, maka akan menjadi penyesalan baginyaaˆ?.
*) Sumber : diambil disadur dari terjemahan kitab berbahasa asli arab : IRSYADUL MUKMININILAA FADHO-ILwe DZIKRI ROBBIL aˆ?ALAMIIN, Penulis :Syaikh Isma’il Utsman Zain al-Yamaniy al-Makkiy. Pd.I; 2) H.M. Ali Maghfur Syadzili Isk, dengan judul : aˆ?Bid’ah? Dzikir Bersama Dengan Suara Kerasaˆ?. Ditashih oleh : 1) KH Ahmad Dzulhilmi Ghazali; 2) KH Asyhari Shofwan, M.Pd.I; 3) KH Imam Syuhada’. Diterbitkan oleh : Al-Fatah mass media newspapers Surabaya, bekerjasama dengan Computer LBM NU Kota Surabaya.
Dalam hal ini, Imam Ibnu Abbas berkata bahwa Allah tidak mewajibkan sesuatu kepada hambaNya kecuali dengan memberi batasan yang jelas dan memberi toleransi kepada pelakunya saat ada aˆ?udzur (halangan) kecuali dzikir. Sebab Alloh tidak memberi batasan tertentu pada dzikir dan tidak menolerir untuk meninggalkannya. Baca Tafsir Ibnu Katisr, VI/433. Mukhtashar Tafsir Al Baghawi, VI/246. Begitu pula Imam Asy Syaukani juga menjelaskan tentang ayat ini bahwa Allah menyeru hamba-hambaNya untuk selalu memperbanyak dzikir dengan membaca tahlil, tahmid, tasbih, takbir dan apa saja yang dikategorikan dzikir kepada Allah, dengan dipertegas surat An Nisa’ ayat 103. Lihat Fathul Qadir, VI/54. Bahkan Imam Al Baghawi dalam Tafsir Al baghawi VI/359 memaparkan makna dzikir sebanyak-banyaknya adalah berdzikir pada waktu malam maupun siang, di darat maupun di laut, dalam keadaan sehat maupun sakit, dengan suara pelan (sir) maupun lantang (keras, jahr). Yakni melakukan dzikir dengan tanpa terikat waktu, tempat, tatacara, maupun keadaan.
Ma’ruf Khozin, S
Pendapat Syaikh Isma’il ini diperkuat oleh pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa’id container Jubair, dan Ibnu U Tafsir Al Baghawi, VI/245-247
Al Hafidz Jalaluddin As Suyuti mengata significant hyperlinkkan bahwa larangan mengeraskan bacaan yang terdapat dalam beberapa ayat adalah ayat-ayat yang diturunkan di Makkah. Baca Al Hawi li Al fatawa, I/379. Namun ketika di Madinah ada beberapa riwayat tentang dzikir dengan suara keras, seperti keterangan di akhir bab ini tentang sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas dalam Shahih Al Bukhari.